Proses Pengolahan Minyak Bumi
minyak bumi bukan merupakan senyawa homogen, tapi merupakan campuran dari berbagai jenis senyawa hidrokarbon dengan perbedaan sifatnya masing-masing, baik sifat fisika maupun sifat kimia.
Proses pengolahan minyak bumi sendiri terdiri dari dua jenis proses utama, yaitu Proses Primer dan Proses Sekunder. Sebagian orang mendefinisikan Proses Primer sebagai proses fisika, sedangkan Proses Sekunder adalah proses kimia. Hal itu bisa dimengerti karena pada proses primer biasanya komponen atau fraksi minyak bumi dipisahkan berdasarkan salah satu sifat fisikanya, yaitu titik didih. Sementara pemisahan dengan cara Proses Sekunder bekerja berdasarkan sifat kimia kimia, seperti perengkahan atau pemecahan maupun konversi, dimana didalamnya terjadi proses perubahan struktur kimia minyak bumi tersebut.
Rantai Hidrokarbon Minyak Bumi
Seperti kita kitahui dalam Kimia Organik bahwa senyawa hidrokarbon, terutama yang parafinik dan aromatik, mempunyai trayek didih masing-masing, dimana panjang rantai hidrokarbon berbanding lurus dengan titik didih dan densitasnya. Semakin panjang rantai hidrokarbon maka trayek didih dan densitasnya semakin besar. Nah, sifat fisika inilah yang kemudian menjadi dasar dalam Proses Primer.
Jumlah atom karbon dalam rantai hidrokarbon bervariasi. Untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bakar maka dikelompokkan menjadi beberapa fraksi atau tingkatan dengan urutan sederhana sebagai berikut :
- Gas
Rentang rantai karbon : C1 sampai C5
Trayek didih : 0 sampai 50°C
Peruntukan : Gas tabung, BBG, umpan proses petrokomia. - Gasolin (Bensin)
Rentang rantai karbon : C6 sampai C11
Trayek didih : 50 sampai 85°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin piston, umpan proses petrokomia - Kerosin (Minyak Tanah)
Rentang rantai karbon : C12 sampai C20
Trayek didih : 85 sampai 105°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin jet, bahan bakar rumah tangga, bahan bakar industri, umpan proses petrokimia - Solar
Rentang rantai karbon : C21 sampai C30
Trayek didih : 105 sampai 135°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar industri - Minyak Berat
Rentang rantai karbon dari C31 sampai C40
Trayek didih dari 130 sampai 300°C
Peruntukan : Minyak pelumas, lilin, umpan proses petrokimia - Residu
Rentang rantai karbon diatas C40
Trayek didih diatas 300°C
Peruntukan : Bahan bakar boiler (mesin pembangkit uap panas), aspal, bahan pelapis anti bocor.
Kondisi ideal diatas sulit dicapai karena senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi banyak mengandung isomernya juga.
Ya…., isomer hidrokarbon, terutama isomer yang parafinik memiliki titik didih dan densitas yang lebih ringan dibandingkan dengan rantai lurusnya. Misal, normal-oktan (n-C8H18) titik didih dan densitasnya akan lebih besar dari pada iso-oktan (2,2,4-trimetil pentan), begitu juga untuk isomer-isomer lainnya.
Atas dasar kondisi seperti itulah kemudian pada kenyataannya dalam pengolahan minyak bumi lebih memegang patokan kepada trayek titik didih daripada komposisi atau rentang rantai karbonnya. Sehingga pada batas antara fraksi pasti akan terjadi overlap (tumpang tindih) fraksi. Overlap ini kemudian disebut sebagai minyak slops yang nantinya akan berfungsi sebagai bahan pencampur untuk mengatur produk akhir sehingga memenuhi spesifikasi atau baku mutu yang ditentukan.
Proses Primer
Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom fraksinasi (kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 350°C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi).
Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponen-komponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan akan berada dibagian atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai fraksinya masing-masing.
Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing. Produk ini belum bisa langsung dipakai, karena masih harus ditambahkan aditif (zat penambah) agar dapat memenuhi spesifikasi atau persyaratan atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masing-masing produk tersebut.
Proses Sekunder
kenyataannya minyak bumi tidak pernah ada yang sama, bahkan untuk sumur minyak yang berdekatan sekalipun. Kenyataannya banyak sumur minyak yang menghasilkan minyak bumi dengan densitas (specific gravity) yang lebih berat, terutama untuk sumur minyak yang sudah udzur atau memang jenis minyak dalam sumur tersebut adalah jenis minyak berat. Pada pemompaan minyak dari dalam sumur (reservoir) biasanya yang akan terpompakan pada awal-awal produksi adalah bagian yang ringannya. Sehingga pada usia akhir sumur yang dipompakan adalah minyak beratnya.
Untuk pengolahan minyak berat jenis ini maka bisa dipastikan produk yang dihasilkan akan lebih banyak fraksi beratnya daripada fraksi ringannya.
Maksudnya gini lho, kalo yang dimasak tuh minyak bumi jenis minyak berat seperti penjelasan diatas maka produk yang dihasilkan akan lebih banyak fraski solar, minyak berat atau residunya daripada gas, bensin atau minyak tanahnya. Sementara konsumsi produk minyak bumi di Indonesia kan lebih banyak dari fraksi bensin dan solarnya, terutama untuk otomotif.
Jadi, jika yang dimasak oleh proses primer adalah minyak bumi jenis minyak berat maka hasilnya akan lebih banyak fraksi beratnya (solar, minyak berat dan residu) daripada fraksi ringannya. Sementara tuntutan pasar lebih banyak produk dari fraksi ringan dibandingkan fraksi beratnya. Maka untuk menyiasatinya adalah dengan melakukan perubahan struktur kimia dari produk fraksi berat.
Teknologi yang banyak digunakan adalah dengan cara melakukan cracking (perengkahan atau pemutusan) terhadap hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon rantai pendek, sehingga bisa menjadi fraksi ringan juga. Misal, dengan cara merengkah sebuah molekul hidrokarbon C30 yang merupakan produk dari fraksi solar atau minyak berat menjadi dua buah molekul hidrokarbon C15 yang merupakan produk dari fraksi minyak tanah atau kerosin, atau menjadi sebuah molekul hidrokarbon C10 yang merupakan produk dari fraksi bensin dan sebuah molekul hidrokarbon C20 yang merupakan produk dari fraksi solar.
Proses perengkahan ini sendiri ada dua dua cara, yaitu dengan cara menggunakan katalis (catalytic cracking) dan cara tanpa menggunakan katalis atau dengan cara pemanasan tinggi menggunakan suhu diatas 350°C (thermal cracking).
Perbedaan dari kedua jenis perengkahan tersebut adalah pada kemudahan “mengarahkan” produk yang diinginkan. Pada cara thermal cracking sangat sulit untuk mengatur atau mengarahkan produk fraksi ringan mana yang diinginkan. Dengan cara ini jika kita menginginkan membuat bensin yang lebih banyak dibandingkan minyak tanah akan sulit dilakukan, padahal keduanya masih termasuk fraksi ringan. Sementara jika menggunakan catalytic cracking kita akan lebih mudah mengatur mood operasi. Misal kita hanya ingin memperbanyak produk bensin dibandingkan minyak tanahnya, atau sebaliknya. Ilustrasinya kira-kira seperti jika kita akan memecah sekeping kaca lebar. Jika menggunakan cara thermal cracking kita ibarat memecahkan kaca tersebut dengan cara dibanting, ukurannya tidak akan teratur. Sedangkan jika menggunakan cara catalytic cracking ibarat memecahkan kaca dengan menggunakan pisau kaca, lebih teratur dan bisa sesuai keinginan kita.
Minyak hasil rengkahan tersebut kemudian dipisahkan kembali berdasarkan fraksi yang lebih sempit dalam kolom fraksinasi dengan proses seperti halnya proses primer, untuk selanjutnya didinginkan dan ditampung dalam tanki produk setengah jadi dan selanjutnya ditambahkan aditif sesuai spesifikasi produk akhir yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar